Sabtu, 28 Juni 2014

DK-DIY - Harapan dan Tantangan

Oleh: Prijo Mustiko 

Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DK-DIY)masa bakti 2014-2018 telah dikukuhkan pada tanggal 30 April 2014 yang lalu oleh Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Pakualam IX di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, dilanjutkan dengan penyelenggaraan Dialog Budaya yang dihadiri masyarakat seniman/budayawan se DIY. Penuh harapan dan tantangan yang dialamatkan kepada DK-DIY dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang kebudayaan, terlebih menyongsong pelaksanaan Undang-undang Keistimewaan (UUK) di DIY ke depan. 

Patut untuk menjadi catatan budaya dari Dialog Budaya tersebut yang awalannya dipatik dengan paparan dari Ketua DK-DIY yang baru, Djoko Dwiyanto, yang menyampaikan semacam visi-misi dan luas lingkup tugas DK DIY telah mendapatkan tanggapan serta masukan dengan antusiasme tinggi dari para hadirin. Sejumlah pihak menyatakan apresiasinya terhadap langkah awal yang baik sekali dari DK DIY dengan menyelenggarakan dialog budaya semacam ini karena ruang komunikasi dengan masyarakat seniman/budayawan semacam ini semakin dirasakan kelangkaannya sekarang ini. 

Selanjutnya dalam paparannya dijelaskan bahwa DK-DIY memiliki posisi dan peran strategis sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada Gubernur DIY dalam pengembangan dan pembangunan Kebudayaan di DIY. Apalagi dalam rangka memasuki era pelaksanaan UUK DIY diharapkan dapat secara bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan bidang kebudayaan untuk mengawal dan sekaligus mengamalkan Keistimewaan DIY dengan keyakinan bahwa upaya ini merupakan titik awal perjuangan mencapai cita-cita masyarakat DIY yang diharapkan seperti dituangkan dalam dasar filosofis pembangunan DIY: Hamemayu Hayuning Bawana. Hal ini telah ditegaskan oleh Gubernur DIY Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X bahwa keistimewaan Yogyakarta sebenarnya telah tersandang sejak kelahirannya. 

Sedangkan luas lingkup kajian kebudayaan yang telah disepakati berdasarkan musyawarah DK-DIY meliputi: pengembangan wawasan multikulturalisme, pelestarian sejarah dan warisan budaya, pengembangan diplomasi budaya, pengembangan industri kreatif berbasis budaya (industri budaya), pelestarian dan pengembangan budaya tradisi Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, pengembangan harmonisasi agama dan adat tradisi, pengembangan publikasi dan promosi budaya, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya dan saujana budaya, pengembangan karakter/jatidiri bangsa berbasis budaya, pengembangan seni pertunjukan, pengembangan senirupa dan visual dan pengembangan museum-museum. 

Tiga Pilar Budaya 

Mengingati luas lingkup tugas dan fungsi DK-DIY yang sangat komprehensif ini maka jelas tidak dapat dipikul sendirian oleh DK-DIY maka perlu dukungan sinergis dari semua elemen maupun pemangku kepentingan bidang kebudayaan yang menurut hemat kami meliputi komponen pemerintah, seniman/budayawan dan masyarakat. Ketiga pilar budaya ini harus “manunggal” dalam satunya kata dan perbuatan di bidang kebudayan, artinya dapat menjunjung tinggi tingkat keadaban yang harus dijaga kehidupannya di masyarakat, menurut budayawan Indra Tranggono meliputi: tata-nilai budaya, perilaku budaya dan produk budaya. 

Dengan demikian diharapkan pula DK-DIY sebagai katalisator dan dinamisator terhadap ketiga pilar budaya tersebut hendaknya tidak sekedar menghasilkan kajian budaya yang seharusnya secara ideal dicitakan untuk dicapai (what ought to be), namun lebih penting dari pada itu kajian budaya tersebut dapat menjadi panduan/acuan untuk benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan berkebudayaan di masyarakat (what to be done). Apabila semboyan Hamemayu-Hayuning Bawana sudah menjadi suatu sikap dan tekad Gubernur DIY hendaknya hasrat ini harus bisa disengkuyung oleh segenap pemangku kepentingan di DIY, yang tercermin dalam tiga pilar budaya tersebut. Masyarakat disini diharapkan peran partisipasi-aktifnya untuk tumbuh kesadarannya di bidang kebudayaan, baik secara individual maupun berkelompok dengan prinsip semangat berswadaya/mandireng pribadi. Pemerintah dari pucuk pimpinan sampai dengan seluruh staf jajarannya berperan regulatif dan fasilitatif dengan semangat pelayanannya yang prima sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Sedangkan pihak seniman/budayawan disini diartikan bukan hanya terbatas para pelaku ataupun pekerja seni saja namun termasuk pula lembaga-lembaga kebudayaan yang bergerak di bidang advokasi, akademik maupun partnership dari lintas disiplin ilmu bahkan trans-disiplin ilmu untuk terus mengembangkan daya kreativitas dan inovasinya.. 

Dari tiga pilar budaya tersebut perlu ditumbuhkan sinergitas kinerja yang saling mendukung dengan semangat kerjasama saling asih-asah-asuh. Dengan momentum keistimewaan dalam UUK DIY ini diharapkan semakin menguatkan sumberdaya masyarakat di bidang kebudayaan yang sekaligus secara nyata dapat meningkatkan martabat serta kesejahteraan masyarakat DIY secara keseluruhan.

Tantangan ke Depan

Menghadapi tantangan ke depan terutama dengan semakin berpengaruhnya budaya global yang langsung masuk ke ruang-ruang budaya masyarakat, maka secara sadar harus diimbangi dengan peningkatan intensitas dan keberpihakan terhadap pelestarian dan pengembangan budaya lokal agar bisa hidup harmonis diantara keduanya. Menurut ajaran Ki Hajar Dewantara kehidupan harmoni antara budaya lokal dan global dapat terjadi apabila melalui kaidah-kaidah asas Tri-Kon yakni: Kontinyu dengan sifat asli budaya lokal, Konvergen dengan hadirnya budaya global yang tersaring dan Konsentris menuju kesatuan universalisme diantara keduanya. 

Disamping itu sebagai rambu budaya yang dapat memandu proses berkebudayaan di masyarakat telah dikenal dengan budaya Adiluhung. Menurut pandangan penulis kata “ADILUHUNG” merupakan abreviasi/singkatan dari 9 (sembilan) huruf yang kesemuanya berkaitan dengan makna kebudayaan, sebagai berikut: Apresiasi, Dinamika Kreativitas, Inovasi, Lokalitas (Local Genuine), Unik(Unique), Humanisme, Universalisme, Naturalisme dan Globalisme. 

Tahap paling mula di bidang kebudayaan yang harus dilakukan adalah peningkatan dan pengembangan apresiasi budaya yang mengandung arti upaya penumbuh-kembangan sadar budaya untuk seluruh elemen tiga pilar budaya. Langkah berikutnya menciptakan iklim budaya kreativitas yang dinamis dan sekaligus inovatif yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. 

Berikutnya upaya pelestarian dan perlindungan terhadap nilai-nilai kearifan lokal (local genuine) merupakan sumber budaya daerah yang tidak pernah kering/sirna dan bersifat unik. Selanjutnya selalu mengangkat juga nilai-nilai dasar kemanusiaan (Humanisme) sebagai insan ciptaan Ilahi. Pada akhirnya sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia maka hasil budaya tetaplah dikembangkan dengan sifat Universalistik, Naturalistik maupun Globalistik. 

Sebagai gebrakan pertama DK DIY pada hari Selasa 13 Mei 2014 sebulan yang lalu telah menyelenggarakan diskusi terfokus (FGD) tentang masa-depan penyelenggaraan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) yang direkomendasikan sebagai ujud gerakan budaya yang merepresentasikan unggulan seluruh aspek budaya baik yang intangible maupun tangible, sehingga diharapkan FKY menjadi perhelatan budaya terbesar di DIY dengan sebutan baru: Festival Kebudayaan Yogyakarta. 

Dengan semangat terbarukan penyelenggaraan FKY ke depan diharapkan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita yang tersirat maupun tersurat dalam semboyan Hamemayu-Hayuning Bawana. Semoga kiprah DK DIY selalu dapat menginspirasi pada semua pihak dari tiga pilar budaya, sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing, untuk selalu menjaga, menyelamatkan, melestarikan serta memuliakan keistimewaan DIY, terutama di bidang kebudayaan. 

Prijo Mustiko, Anggota Dewan Kebudayaan DIY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar